‘Menghadang’ atau mendukung Undang-Undang, ada kaidahnya. -anggorobudinugroho.com

‘Menghadang’ atau mendukung Undang-Undang, ada kaidahnya.

Ada rapat sejak RUU, masuk ke prolegnas, ada badan musyawarah, pengajian academic paper dengan para akademisi bersama panitia komisi, lewat Rapat Dengar Pendapat Umum, panja yg terlibat, lalu diparipurnakan bila lanjut, dst kita hormati proses-proses itu. Kita menyerta di dalamnya sebagai kekuatan masy yg, seharusnya, menurut saya sudah cukup madani dengan semua itu.
Saya sebagai akademisi pun, juga ikut menjalankan itu.
Tahun 2011 yg lalu saya menerima undangan untuk turut serta dalam pembahasan RUU Redenominasi Rupiah yg akan disahkan pada tahun 2014, dalam RDPU bersama panja Komisi XI DPR RI. Kami menerima draf kasar, penomoran kosong UU, dan berkesempatan untuk turut merancang kalimat dalam Bab, Pasal dan Ayat dalam RUU. Semua telah saya tunaikan sebaik-baiknya sebagai wakil masyarakat. Dari menyampaikan apa yang saya lihat & yakini benar secara keilmuan, bahwa melihat data & watak, sejarah budaya & ekonomi masy kita, redenominasi Rupiah sebaiknya ditunda dahulu, mengingat 3 hal tertentu, kebijakan tersebut belum menemukan momentum faedahnya bagi bangsa Indonesia dlm waktu dekat.
Tidak lupa saya juga menjawab kekhawatiran dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan terkait tinjauan teoretik harga-harga & moneter yg relevan dengan persoalan saat itu, dan berbagai pertanyaan lain dari anggota-anggota Dewan yg hadir.
Saya menjawab terima kasih yg disampaikan oleh wakil Fraksi PKS, PAN & PDI Perjuangan yg hadir saat itu ketika berpamitan bersama Pak Dian dari Bank Indonesia (saat ini ketua PPATK), dengan: “kami dari masy yg terima kasih, SUDAH DIBERI KESEMPATAN TURUT MEMBUAT UNDANG-UNDANG”. Begitulah proses yg tepat. Aspirasi publik tersampaikan, terwakili. Wajar & adil.
Dan rupanya sungguh benar, RUU tsb batal diundangkan sampai tahun 2014 berlalu, dan saya mengapresiasi DPR RI yg telah mengakomodir keberatan ini, karena banyaknya hal yg harus disiapkan dlm hemat kami untuk menuju kesana.
Semua Undang-Undang ada hitam & putihnya. Dan bukanlah tugas pemimpin, pembuat hukum & kebijakan, untuk menyenangkan semua orang. Steve Jobs pendiri Apple pernah berkata: “My job is not to be easy on people..”. Jangan jadi pemimpin kalau hanya mau begitu.
Sebagai warga negara yg baik, bila sebuah RUU telah menjadi Undang-Undang, sudah sepantasnya kita menerima dengan baik. Ada jalur hukum yg dapat ditempuh bila berkeberatan. Mahkamah Konstitusi, bersama KY & DPD, adalah buah-buah Reformasi. Silakan gunakan kanal-kanal itu sesuai keperluan. Tunjukkan Bab, pasal, dan ayat mana yg bertentangan dengan UUD 1945. Begitulah bernegara. Bukan merusak fasilitas umum apalagi harkat hidup orang lain. Anda berdalih memerjuangkan perut anda, tapi anda sendiri menghancurkan perut, harkat dan nafkah perikehidupan orang lain.
Merusak adalah tindakan rendah.
Dan kekuatan-kekuatan politik manapun yg menunggang ombak di belakangnya, bila ada, kita tandai mereka dengan senyap tanpa lupa, karena telah dengan sendirinya menunjukkan kepada kita semua, bahwa dirinya & kelompoknya, adalah sentra-sentra kecemaran yg jangan sampai kita pilih dalam pasar ide demokratis apapun di masa mendatang. Bergaduh bukan budaya yang tinggi.
Salam dari jauh, semua sehat di tanah air.